Senin, 18 Maret 2013

BAB 3 Mengenai Sumber Informasi dan Perantara



Suatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a. ingin menilai
seorang laki-laki yang datang kepada beliau memohon agar diberi jabatan
dalam pemerintahan. Umar r.a. berkata kepadanya, "Bawa orang yang
mengenalmu ke sini!"
Lelaki itu pulang dan kembali membawa seorang teman. Lalu Umar r.a. bertanya
kepada orang itu, "Apakah kau kenal orang ini?"
"Ya."
"Apakah kau tetangganya, dan tahu keadaan yang sebenarnya?" Umar r.a.
bertanya.
"Tidak," kata orang itu.
"Apakah kau pernah menemaninya dalam perjalanan, sehingga kau tahu pasti
perangai dan akhlaknya..."
"Tidak."
"Apakah kau pernah berhubungan masalah uang dengan orang itu, sehingga kau
tahu bahwa dia sangat takut memakan barang yang haram?"
"Tidak".
"Apakah kau hanya mengenalnya di masjid ketika dia berdiri dan duduk di
masjid?"
"Ya".
"Enyahlah kau dari sini. Kau tidak mengenalnya...!"
Lalu Umar r.a. menoleh kepada laki-laki yang datang kepadanya itu dan berkata,
"Bawa lagi orang yang benar-benar mengenalmu ke sini."
S
Kado Pernikahan 46
Dalam riwayat lain dikatakan, ada seseorang berkata kepada Amirul Mukminin
Umar r.a. bahwa di fulan itu seorang yang jujur. Maka Amirul Mukminin bertanya,
"Apakah kau pernah menempuh perjalanan bersamanya?"
"Tidak".
"Apakah pernah terjadi permusuhan antara kau dan dia?" tanya Umar bin
Khaththab.
"Tidak."
"Apakah kau pernah memberinya amanat?"
"Tidak."
"Kalau begitu," kata Umar r.a., "kau tidak mengenalnya selain melihatnya
mengangkat dan menundukkan kepalanya di masjid."
Kisah percakapan Umar bin Khaththab ini saya angkat dari buku Memilih Jodoh
dan Tatacara Meminang dalam Islam (GIP, 1995) karya Husein Muhammad Yusuf
ketika membicarakan tema cara memilih suami yang baik.
Dalam dua riwayat tersebut, Umar memeriksa apakah orang yang dihadapkan
kepadanya memenuhi syarat untuk menjadi sumber informasi mengenai seseorang.
Dalam proses pernikahan, pihak calon pengantin perempuan seringkali membutuhkan
sumber informasi. Kadang, sumber informasi ini sekaligus menjadi perantara
(comblang) yang mengusahakan pertemuan dua pihak menjadi satu keluarga. Sering
juga, calon pengantin membutuhkan informasi dari berbagai sumber informasi di luar
perantara.
Selama proses menuju pernikahan, orang membutuhkan sumber informasi.
Pertama, untuk memperoleh keterangan mengenai aspek-aspek pribadi calon
suami/istri. Kedua, orang yang membutuhkan sumber informasi, bisa untuk
memperoleh keterangan tentang persoalan-persoalan temporer (sesaat) dan
situasional. Tentang persoalan kedua ini, insya-Allah kita akan membahasnya pada
bab berikutnya Selama Proses Berlangsung, segera setelah bab ini selesai.
Memperantarai dua orang untuk menikah mendapat kedudukan mulia dalam
Islam. Membantu dua orang yang berkeinginan untuk menikah, sehingga Allah
mempertemukan mereka sebagai suami istri yang sah di hadapan Allah, insya-Allah
lebih dekat kepada ridha Allah. Ada berbagai keterangan mengenai keutamaan
menjadi perantara nikah, insya-Allah termasuk menjadi sumber informasi bagi mereka
yang mau menikah. Tetapi bukan bagian saya untuk membahas masalah ini,
mengingat belum adanya ilmu pada saya tentang ini. Selain itu, saya belum tepat
untuk membicarakan masalah ini. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.
Cukuplah saya kutipkan nasehat Sayyidinina 'Ali bin Abi Thalib karamallahu
wajhahu. Beliau mengatakan, "Sebaik-baik syafaat adalah memperantarai dua orang
untuk menikah, di mana dengan itu Allah mengumpulkan mereka berdua."
Selanjutnya, saya ingin membahas beberapa hal penting bagi mereka yang
meniatkan diri untuk memperantarai pernikahan. Demikian juga bagi sumber
informasi yang dimintai keterangan oleh salah satu pihak calon pengantin.
Pembahasan ini saya harapkan juga bisa bermanfaat bagi mereka yang akan menikah,
Kado Pernikahan 47
sehingga mereka memperoleh maslahat dan barakah yang besar dalam pernikahan.
Mudah-mudahan Allah 'Azza wa Jalla memberi petunjuk kepada saya tentang ini,
memperjalankan saya dengan kekuasaan-Nya untuk menepati petunjuk-Nya, dan
menjauhkan saya dari kekeliruan-kekeliruan saya sendiri.
Pertama,
Memberi Informasi Objektif
Perantara maupun sumber informasi seyogyanya memberikan informasi yang
objektif. Ia memberi keterangan yang bersifat informatif sehingga dapat bermanfaat
bagi calon pengantin maupun keluarganya untuk menilai calon pasangannya.
Adakalanya, sebagian informasi tidak informatif, tidak bernilai sebagai
informasi. Justru, kadang malah menimbulkan penilaian (persepsi) yang salah tentang
calonnya. Tidak informatifnya keterangan yang diberikan, kadang karena kurangnya
deskripsi (penggambaran) mengenai informasi yang abstrak.
Kalau Anda mengatakan "dia wanita yang baik" ketika ada seseorang yang
memiliki "maksud" bertanya, maka perlu Anda tunjukkan perilaku-perilaku dan sikap
yang membuat Anda menyimpulkan dia sebagai wanita yang baik. Tanpa penjelasan,
peminang bisa salah persepsi sehingga ia menemui kekecewaan-kekecewaan yang
beruntun setelah menikah. Padahal, andaikata ia memperoleh keterangan yang
objektif dan informatif, insya-Allah dia justru mendapati istrinya sebagai wanita yang
menyejukkan, sekalipun ada kekurangan-kekurangan.
Kedua,
Tidak Persuasif
Kita sebaiknya tidak memberi keterangan yang bersifat persuasif (membujuk).
Keterangan yang persuasif, apalagi jika sengaja mempersuasi agar kedua orang itu
berhasil dipertemukan, dapat memunculkan kondisi psikis yang tidak
menguntungkan.
Pertama, informasi persuasif (bersifat membujuk, promosi) dapat memunculkan
harapan (atau malah angan-angan) yang terlalu tinggi mengenai calonnya. Ini
menjadikannya kurang peka terhadap kebaikan-kebaikan pasangannya kelak setelah
menikah, karena secara tak sadar selalu membandingkan dengan harapan semula
sebelum menikah. Ia lebih peka terhadap kekurangan, meskipun sedikit, sementara
kebaikannya sebenarnya banyak.
Keadaan ini mudah menimbulkan kekecewaan atau bahkan kecenderungan untuk
melakukan penolakan psikis terhadap pasangannya. Padahal, semakin tidak bisa
mensyukuri kebaikan pasangannya, semakin besar penderitaan psikisnya. Sementara
Kado Pernikahan 48
untuk mengambil jarak dari masalah, lebih sulit karena sudah mengalami distorsi
kognitif.
Sebagian informasi persuasif ini berasal dari buku-buku yang lebih banyak
menjanjikan keindahan yang akan didapatkan ketika menikah, tetapi kurang banyak
membahas pada bagaimana keduanya harus memperjuangkan keluarganya. Ketiadaan
misi dan lebih banyak persuasi, menumbuhkan harapan yang tidak seimbang.
Kedua, informasi yang persuasif mengarahkan harapan orang tentang keindahankeindahan
yang akan diberikan pasangan hidupnya. Bukan apa yang kelak perlu ia
lakukan kepada pasangannya. Ini menjadikannya mudah merasa kurang terhadap apa
yang telah diberikan oleh pasangannya. Bahkan, ketika pasangannya telah banyak
memberikan keindahan-keindahan, kehangatan dan penghormatan, ia tidak
merasakannya sebagai kebaikan yang layak disyukuri. Ia menerimanya sebagai
sekedar kewajaran yang memang sudah seharusnya ia terima. Tuntutan terhadap
pasangan lebih mudah muncul dalam dirinya. Susahnya, tuntutan itu sering tidak
dinyatakannya karena ia merasa bahwa mengenai hal itu "seharusnya dia sudah
mengerti".
K.H. Jalaluddin Rakhmat menceritakan, bila sepasang suami-isteri saling
mencintai, lama kelamaan wajahnya akan saling mirip satu dengan yang lain. Terjadi
perubahan fisiologis di antara mereka. Ini disebabkan oleh perubahan psikologis.
Karena itu, kata Kang Jalal, mulailah dari perubahan akhlak, nanti fisik mengikuti.
Wallahu A'lam. Tetapi ada yang patut dicatat dari cerita Kang Jalal. Suami-istri
yang saling mencintai akan saling menemukan kesamaan-kesamaan. Kalau mereka
menjumpai perbedaan, insya-Allah mereka akan berusaha mempersamakan atau
menoleransi perbedaan. Ada sebuah keluarga yang setiap membuat sayur, harus selalu
dipisahkan dua ketika suami di rumah. Istrinya suka masakan yang manis, sedang
suaminya suka asin. Tetapi keduanya hidup harmonis.
Tetapi ketika harapan terhadap pasangan terlalu tinggi, ia akan peka terhadap
perbedaan-perbedaan. Sementara perbedaan yang ada melahirkan kesenjangan psikis
maupun komunikasi.
Sesungguhnya, kalau kita selalu mencari perbedaan pada diri pasangan sebagai
kekurangan, maka tidak ada orang yang sama persis dengan kita kecuali dengan diri
kita sendiri. Tetapi, kalau kita mencari kesamaan-kesamaan sebagai kebaikan atau
untuk introspeksi, insya-Allah kita akan menjumpai kesamaan pada pasangan kita
sebanyak yang kita cari. Wallahua'lam wallahul musta'an.
Ketiga, orang justru menjadi takut menikah karena membandingkan persepsinya
(penilaiannya) mengenai calon dengan keadaan dirinya. Seorang ikhwan bisa bisa
merasa minder dan "ngeri", karena menganggap akhwat yang ia harapkan terlalu
tinggi derajatnya dan "hampir-hampir mencapai kesempurnaan". Alhasil, ia tidak
berani meminang atau menerima pinangan justru karena pengaruh informasi yang
persuasif. Padahal, keadaan yang sesungguhnya tidak demikian.
Kado Pernikahan 49
Dalam kasus ini, informasi persuasif justru bisa mendekatkan kepada madharat.
Allahua'lam wastaghfirullahal 'adzim.
Ketiga,
Memberi Informasi Menurut Apa yang Diketahui
Nilai keutamaan orang yang memperantarai pernikahan atau pun yang menjadi
sumber informasi, insya-Allah terletak pada usaha untuk memberi keterangan yang
tepat. Bukan pada banyaknya informasi yang dapat ia sampaikan. Seyogyanya, kita
menjauhkan diri dari memberi informasi yang bersifat qila wa qila (katanya sih
katanya, kononnya konon). Informasi mengenai hal-hal fisik, seharusnya ia ketahui
dari melihat langsung.
Bagi Anda yang ingin mengetahui keadaan fisik calon, masalah ini perlu
mendapat perhatian. Wajah dan telapak tangan, dapat Anda lihat sendiri. Tetapi
mengenai bagian fisik lainnya, Anda perlu meminta orang lain jika Anda ingin
mengetahuinya. Contoh terbaik dalam hal ini adalah Rasulullah Saw.
Imam Ahmad, Imam Thabrani, Imam Hakim, dan Imam Baihaqi pernah
meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik r.a. Suatu ketika, Rasulullah Saw.
pernah mengutus Ummu Sulaim r.a. kepada seorang wanita (yang akan dilamar).
Rasulullah mengatakan, "Perhatikanlah urat di atas tumitnya dan ciumlah bau
lehernya."
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Saw. berkata, "Ciumlah bau gigi
(depannya) di sepanjang lebar mulutnya."
Keempat,
Lebih Melihat Pada Usaha
Memperantarai dua orang untuk menikah, menurut Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib
karamallahu wajhahu merupakan sebaik-baik syafaat. Nilai usaha orang yang
memperantarai, insya-Allah terletak pada kesungguhannya dalam mengusahakan.
Berhasil atau tidak, baginya pahala orang menikahkan dua orang saudara sesama
Muslim.
Karena itu, seorang perantara hendaknya lebih memperhatikan kemaslahatan
dalam mengusahakan, bukan berorientasi pada keberhasilan mempertemukan.
Kegagalan mempertemukan insya-Allah bukan keburukan, jika Anda mengusahakan
pada kemaslahatan. Kesudahan bagi keduanya insya-Allah baik.
Sebaliknya, keberhasilan mempertemukan tetapi kurang memperhatikan
kemaslahatan-kemaslahatan, terma-suk dalam memberi informasi, bisa justru
menghasilkan madharat. Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita ke dalam
Kado Pernikahan 50
golongan orang-orang yang selamat dan bahagia. Bukan golongan orang-orang yang
tersesat dan menderita.
Kelima,
Moderat dan Tidak Menyudutkan
Adakalanya orang yang diperantarai menghadapi beberapa pilihan. Menentukan
pilihan untuk masalah yang menyangkut kehidupan selama di dunia dan sampai
akhirat ini, bukan perkara mudah. Butuh kejernihan agar tidak terombang-ambing
oleh desakan hawa nafsu yang jahat. Butuh kejernihan, agar hati semakin berih dan
lurus ketika mengambil keputusan. Tidak justru merusak niat. Padahal, niat adalah
masalah mendasar dalam mengambil keputusan.
Seorang perantara yang menjumpai keadaan seperti ini, hendaknya berusaha
untuk bersikap moderat. Sikap moderat (al-wasthiyyah) insya-Allah lebih dekat
kepada kemaslahatan dan ridha Allah. Sekalipun ia berdiri untuk memperantarai salah
satu orang yang sedang dipertimban-kan, ia sebaiknya bersikap netral.
Kecenderungan hati barangkali sulit dihapuskan. Tetapi, insya-Allah akan baik kalau
ia mencoba memilih berdiri di tengah-tengah dalam ucapan. Ini akan membuahkan
ketenangan. Dan ketenangan lebih dekat kepada kejernihan.
Adakalanya sebagian orang bersikap kurang moderat. Ia cenderung mengarahkan
pikiran orang yang diperantarai, sekalipun barangkali tidak disadari. Kadang-kadang
bahkan mengarahkan kepada "sikap negatif" yang memojokkan, sehingga orang yang
diperantarai merasa tertekan. Merasa berada pada situasi yang riskan. Atau,
menyebabkan orang yang diperantarai tertekan secara emosional. Padahal, dalam
saat-saat seperti itu, yang ia butuhkan adalah kejernihan dan ketenangan agar lebih
dekat kepada tawakal dan ridha Allah. Pada saat-saat seperti ini orang yang hendak
menikah sangat perlu menjaga prasangka dan keyakinannya terhadap Allah Swt.
Moderat lebih dekat dengan keseimbangan. Saya pernah mendengar seorang
perantara memberikan pertanyaan yang bernada memojokkan, "Apa sudah ada tandatanda
penolakan dari pihak sana?"
Pertanyaan yang semacam ini juga termasuk tidak netral dan bisa menyebabkan
ketidakamanan secara emosional, "Bagaimana, apa sudah ada kecenderungan ke
pihak yang di sini? Barangkali sudah ada kepastian kalau tidak jadi."
Pertanyaan-pertanyaan sejenis, juga keterangan-keterangan lain yang tidak
berimbang, membawa orang yang diperantarai kepada situasi yang tidak
mengenakkan emosi. Keputusan yang hampir jadi sesuai yang dikehendaki perantara,
bisa justru mentah kembali karena pertanyaan atau pun pernyataan yang menyudutkan
secara emosional.
Kado Pernikahan 51
Saya ingat kisah Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu. Semua musuhnya tahu
kalau Sayyidina 'Ali sudah mengangkat pedang, sulit mengelak dari tebasannya ketika
berhadapan di medan peperangan.
Suatu ketika, seorang musuh berada pada situasi terdesak. Ia berhadapan dengan
Sayyidina 'Ali. Merasa terdesak dan tak ada pilihan lain, ia meludahi Sayyidina 'Ali.
Pedang yang hampir menebas, ternyata tidak jadi menghilangkan nyawanya.
Mengapa Sayyidina 'Ali mengurungkan tebasan pedangnya? Beliau tidak ingin
mengayunkan pedangnya karena hati yang terusik oleh ludah.
Sikap seorang ustadz berikut agaknya bisa dicontoh. Ketika ada orang
mengajukan masalahnya, ia menunjukkan sisi baik dari keduanya secara berimbang.
Kekurangan pada salah satu pihak, ditunjukkan sebagai kesempatan untuk
memperoleh kemuliaan akhirat, dan diimbangi dengan kelebihan yang mungkin ada.
Sementara kekurangan pihak lainnya, dijelaskan dengan cara yang sama secara
seimbang dan adil.
Keenam,
Memotivasi Jika Mampu
Sebagian perantara maupun sumber informasi, selain memberikan keterangan
yang diperlukan juga memberi motivasi. Ini baik, agar orang bersemangat dan tetap
optimis menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada. Jika orang yang diperantarai
masih ragu-ragu, motivasi dapat membuatnya yakin dan mantap untuk segera
melangkah ke jenjang pernikahan. Ia dapat memikirkan kesulitan-kesulitan yang ada
secara tenang, sehingga Allah memudahkannya keluar dari masalah. Insya-Allah.
Meskipun demikian, seorang perantara maupun sumber informasi perlu berhatihati
dalam memberikan motivasi (targhiib). Syukur, jika motivasi yang diberikan
lebih dapat menumbuhkan keyakinan terhadap pertolongan Allah. Sesungguhnya
Allah itu dekat dan sangat luas karunia-Nya. Juga berkenaan dengan firman Allah
Swt, "Fa idza 'azzamta, fa tawakkal 'alaLlah." Maka, jika kamu telah membulatkan
tekad, bertawakkallah kepada Allah.
Jika Anda dapat memotivasi orang ke arah yang demikian, insya-Allah kelak
Anda akan mendapatkan syafa'at dan keutamaan di akhirat. Sementara itu, di mata
manusia sikap demikian merupakan kemuliaan.
Akan tetapi, jika Anda memotivasi dengan menonjolkan aspek-aspek pada diri
calon yang mungkin menjadikannya lebih terpengaruh, saya khawatir kesudahannya
malah tidak baik. Sikap ini rawan terhadap impression management (pengelolaan
kesan). Dan impression management mendekati manipulasi informasi, tidak
menunjukkan sebagian informasi untuk lebih menonjolkan informasi yang dianggap
penting. Ini menimbulkan kesan dan harapan. Kalau tidak sesuai dengan yang
diangankan, dapat menimbulkan kekecewaan di belakang hari.
Kado Pernikahan 52
Menceritakan aspek-aspek yang ada pada diri calon, boleh dilakukan. Tetapi
hendaknya tetap memperhatikan, agar keterangan tersebut tidak mendorong
munculnya persepsi yang keliru dan harapan yang tidak tepat. Bersyukur, jika sumber
informasi atau perantara dapat memberikan keterangan mengenai diri calon sekaligus
mengarahkan pada kelurusan niat. Ada ladang amal shalih di dalamnya.
Perantara untuk Menawarkan Maksud Seorang Wanita
Jika seorang wanita bermaksud menawarkan diri dan meminta bantuan kepada
Anda untuk memperantarai, ada persoalan yang perlu mendapat perhatian. Perantara
adalah penghubung antara maksud mulia seorang wanita dengan laki-laki yang
diharapkan. Sekaligus, ia menjadi orang pertama yang memberi keterangan kepada
pihak laki-laki mengenai wanita yang mempunyai maksud.
Perantara perlu berhati-hati dalam mengemukakan alasan wanita tersebut
memilih laki-laki yang dimaksudkan. Ia perlu menjaga agar sikap dan keterangannya,
tidak menimbulkan pandangan yang keliru dari laki-laki yang dimaksud terhadap
wanita yang menginginkannya. Ini terutama berkait dengan wanita itu, sekaligus nanti
pengaruh mendasarnya pada niat laki-laki itu ketika mempertimbangkan.
Niat dan harapan, sebagaimana kita bahas di bagian awal bab ini, sangat
mempengaruhi bagaimana orang menjalani kehidupannya setelah berumahtangga.
Seorang perantara sebaiknya berusaha untuk tidak menonjolkan aspek fisik,
terutama kecantikan dan kekayaan, dengan harapan agar laki-laki yang dimaksudkan
lebih terdorong. Kalaupun wanita itu bermaksud mempercayakan hartanya kepada
suaminya, perantara sebaiknya berusaha mengarahkan kepada kelurusan niat. Kisah
Rabi'ah binti Ismail Asy-Syamiyah, menarik untuk disimak.
Selanjutnya, pembicaraan ini saya cukupkan dengan dua hadis Nabi Saw.
Mudah-mudahan dapat menjadi renungan. Mudah-mudahan Allah memberikan
petunjuk.
Imam Thabrani meriwayatkan hadis dari Anas bin Ma-lik r.a. yang menyebutkan
bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menikahi wanita karena kehormatannya
(jabatannya), maka Allah hanya akan menambahkan kehinaan."
"Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, maka Allah tidak akan
menambah kecuali kefakirannya."
"Barangsiapa yang menikahi wanita karena nasabnya (kemuliaannya), maka
Allah hanya akan menambahkannya kerendahan."
"Dan barangsiapa yang menikahi seorang wanita ka-rena ingin menutupi
(kehormatan) matanya, membentengi farjinya, dan mempererat tali silaturrahmi,
maka Allah akan memberikan barakah-Nya kepada dia (suami) dan istrinya (dalam
kehidupan keluarganya)."
Kado Pernikahan 53
Ada hadis senada yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa'i.
Di samping itu, terdapat hadis-hadis lain yang memberikan peringatan dalam soal ini.
Sebagai penutup, marilah kita simak hadis riwayat Imam Abu Daud dan At-Tirmidzi
berikut.
Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian menikahi wanita karena
kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran.
"Dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaannya semata, boleh jadi
kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan.
"Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak wanita
yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada wanita kaya
dan cantik yang tidak beragama)".
Begitu. Mudah-mudahan Allah memberikan kemuliaan kepada mereka yang
telah memperantarai dengan bijak dan adil. Mudah-mudahan Allah mengampuni kita
semua. Allahumma amin.
'Alaa kulli hal, semoga Allah memberi kekuatan dan kejernihan kepada kita jika
ada yang membutuhkan informasi dari apa yang kita ketahui tentang seseorang atau
ketika ada yang harus kita perantarai.
Sungguh, tidak mudah menjaga kejernihan hati. Tetapi, juga tidak mudah untuk
melepaskan diri dari ghurur (keadaan terkelabui); menyangka berhati-hati, tetapi
sesungguhnya bukan. Sebagaimana juga tidak mudah melepaskan diri dari keburukan,
meski kita telah tahu ada penyakit hati yang bersarang.
Hanya Allah Yang Maha Kuasa. Semoga Allah menolong kita. Dan atas segala
kesalahan saya pada Anda, maafkan saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar