Senin, 18 Maret 2013

BAB 15 Biarlah Engkau yang Tercantik di Hatiku



Setelah menikah, ada amanah untuk saling menjaga pandangan.
Antara lain untuk menjaga pandangan suami sehingga tidak
memandang dengan perasaan yang besar kecuali terhadap istri.
Sehingga ia tidak mengangankan orang lain kecuali istrinya sendiri. Tidak
menginginkan yang lain kecuali istrinya. Tidak ada yang lebih cantik, kecuali
istrinya.
Jadi, Anda para istri, hendaknya berusaha membuat pandangan mata
suami hanya tertuju kepada diri Anda seorang. Tidak ada kesempatan baginya
untuk memandang yang lain, apalagi sampai membayang-bayangkan, apalagi
lebih dari sekadar membayangkan. Mata suami banyak bergantung kepada
wajah Anda. Jika wajah Anda membawa kesejukan, insya-Allah ia tidak akan
tergerak untuk memalingkan pandangan.
Kesejukan wajah, sungguh tidak berhubungan dengan kecantikan. Bagi
seorang yang belum menikah, kecantikan wajah boleh jadi begitu penting atau
bahkan terpenting, sehingga ada yang menikah atas dasar kecantikan wajah.
Akan tetapi seorang yang sudah menikah, atau seorang yang sudah menghayati
sebuah pernikahan, kecantikan wajah terasa demikian tidak pentingnya.
Kecantikan wajah terletak di urutan nomor kesekian. Jauh lebih penting
daripada kecantikan wajah adalah kesejukan wajah Anda ketika suami
memandang.
Alhasil, hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wasallam
mengenai seorang istri yang apabila dipandang membuat suami semakin
S
Kado Pernikahan 249
sayang, tidak hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kecantikan luar biasa.
Boleh jadi mereka yang menurut penilaian umum sangat tidak cantik, justru
menyimpan keteduhan jiwa yang luar biasa sehingga dapat menghapus
kepenatan psikis dan fisik suami saat datang. Sebaliknya, bisa jadi kecantikan
wajah yang dikenang-kenang dan diangan-angankan sebelum menikah, tampak
demikian membosankan dan melelahkan mata.
Selengkapnya bunyi hadis Nabi Saw. itu berbunyi:
“Tiga kunci kebahagiaan laki-laki adalah istri shalihah yang jika
dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu
merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu; kendaraan
yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai
yang penuh kasih-sayang.
Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak
membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga
tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga
kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya
membuatmu lelah dan jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi;
dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.”
---
Kecantikan wajah
terletak di nomor kesekian.
Jauh lebih penting daripada kecantikan wajah
adalah kesejukan wajah Anda
ketika suami memandang.
---
Saya teringat kepada Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Dalam bukunya yang
berjudul Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu
Qayyim berkata, “Allah menjadikan penyebab kesenangan adalah keberadaan
istri. Andaikan penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok, tentunya
yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali.
Kadangkala kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih
buruk rupanya, padahal dia juga mengakui keelokan yang lain. Meski begitu
tidak ada kendala apa-apa di dalam hatinya. Karena kecocokan akhlak
merupakan sesuatu yang paling disukai manusia, dengan begitu kita tahu
bahwa inilah yang paling penting dari segala-galanya. Memang bisa saja cinta
tumbuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi cinta itu akan cepat lenyap dengan
lenyapnya sebab.”
Perkatan Ibnu Qayyim ini berarti, jika Anda menikah dengan seorang
gadis disebabkan oleh tingkah lakunya yang menggemaskan, maka tiga bulan
Kado Pernikahan 250
setelah menikah boleh jadi rumah tangga akan penuh dengan ketegangan
psikis karena di saat nyidam ia tidak menggemaskan lagi. Pembawaannya
kuyu dan lusuh, seperti kain sarung yang tertumpuk di kotak cucian. Apalagi
kalau pembawaannya di masa nyidam itu menyebalkan sekaligus bikin risih.
Kasus pernikahan Christina Onassis adalah contoh yang tepat untuk
memahami penjelasan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah ini. Konon, Christina adalah
perempuan yang memiliki kecantikan luar biasa. Ia juga pandai membawakan
diri di kalangan selebritis, sehingga tidak malu-maluin kalau diajak menghadiri
berbagai pertemuan. Justru di kalangan selebritis, Christina adalah orang yang
sangat dikenal. Sementara itu, untuk soal kekayaan, cukuplah saya kabarkan
kepada Anda bahwa dari mendiang ayahnya saja ia sudah mewarisi kapal
pesiar pribadi, pulau pribadi, danau, sejumlah bangunan, perusahaan realestate,
pesawat terbang pribadi, deposito milyaran dolar, serta armada kapal (di
luar kapal pesiar pribadi itu). Akan tetapi, pernikahan-pernikahannya selalu
berakhir dengan kekecewaan dan kegetiran. Ia tak menemukan kebahagiaan
dalam pernikahannya. Usahanya untuk menemukan kebahagiaan pernikahan
ini akhirnya ia hentikan dengan bunuh diri di Argentina. Begitu menurut
shahibul hikayat.
Apa artinya? Kecantikan dan kepandaian mempercantik diri tidak dapat
menjamin utuhnya cinta dalam pernikahan. Kita merasa tenteram saat
memandang, lalu perasaan sayang kita kepada istri semakin besar, bukan
karena kecantikan dan kepandaian berhias.
Lalu, apa yang membuat suami merasa semakin dekat ketika
memandangnya sedangkan ia telah bergaul lama? Wallahu A’lam bishawab.
Saya tidak tahu persis bagaimana menjelaskannya, di samping saya juga tidak
tahu persis persoalan ini sampai ke akarnya yang terdalam. Hanya saja, secara
kasar dapat kita pahami bahwa itu bukan terletak pada wajah. Bukan.
Melainkan apa yang memancar dari wajah itu. Hati kita menjadi hidup jika
wajah yang kita pandang memberikan keramahan, memancarkan kerinduan,
dan menebar kehangatan. Hati kita semakin terpaut jika kehadiran kita
diharap-harapkan dan ditunjukkan dengan pancaran wajah yang hidup dan
tidak kaku beku.1 Boleh jadi Anda saat itu sakit, akan tetapi Anda bisa
memancarkan pandangan mata yang menggambarkan bahwa cinta dan
kerinduan Anda tidak sakit; Anda menampakkan melalui pandangan mata
Anda bahwa kehadiran suami sangat berarti.
---
Banyak peristiwa komunikasi
yang lebih bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan jiwa
daripada informasi.
---
Kado Pernikahan 251
Alangkah letihnya suami jika ia bergegas-gegas pulang, diterpa panas
yang menyengat atau hujan yang menyiramkan rasa dingin, tetapi sesampai di
rumah tak ada senyum hangat yang menyambut, tak ada mulut yang bicara,
dan tak ada mata yang membalas pandangan dengan penuh keinginan. Tubuh
yang telah letih akan terasa semakin letih ketika beban psikis yang hendak
ditumpahkan ternyata tidak tertampung karena istri tak tertarik mendengarkan.
Beban psikis boleh jadi berupa problem-problem yang ia jumpai selama
berada di luar rumah, bisa jadi persoalan-persoalan serius yang ia pikirkan
sejak lama, tetapi bisa juga “hanya sekadar” kejadian-kejadian ringan yang
ingin ia ceritakan kepada istri. Kejadian ringan ini mungkin berupa
pengalamannya merasakan semangkuk kecil rujak gobet, mungkin
pertemuannya dengan teman sekolah semasa SD, atau mungkin
kegembiraannya karena tadi menerima surat dari ibunya.
Kisah-kisah yang ingin diceritakan oleh suami barangkali tidak begitu
penting substansinya. Pengalaman-pengalaman itu tidak memiliki isi yang
dapat mempengaruhi jalannya sejarah, misalnya. Katakanlah, apa pentingnya
kisah semangkuk rujak gobet yang pedas bagi kemajuan pendidikan anakanak?
Tidak ada. Apa pentingnya kisah rujak gobet itu untuk kemajuan
masyarakat? Tidak ada.
Namun demikian, persoalannya bukan pada substansi semata-mata.
Persoalannya lebih kepada bagaimana memperhatikan dan diperhatikan.
Persoalannya lebih kepada bagaimana mendengarkan dan didengarkan. Sebab
setiap kita butuh memperhatikan dan diperhatikan. Sebab setiap kita butuh
mendengarkan dan didengarkan.
Lihatlah orang-orang yang baru usai melihat pertandingan sepak bola
bersama-sama. Kadang-kadang malah duduk bersama-sama dalam satu kursi.
Mereka juga minum dari gelas yang sama ketika sedang menyaksikan
pertandingan. Akan tetapi, begitu pertandingan selesai, mereka saling
bercerita. Kadang malah sambil menggambarkan detail peristiwa, misalnya
peristiwa masuknya gol ke gawang lawan. Padahal mereka sama-sama
menyaksikan. Lalu, apa yang diharapkan dari cerita itu? Apakah mereka
bermaksud ingin memberitahu, ingin menyampaikan informasi kepada
rekannya? Jelas tidak, sebab mereka melihat bersama-sama. Apakah mereka
mendiskusikan sepak bola demi meningkatkan mutu persepakbolaan Indonesia
di masa mendatang? Juga tidak. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki
ilmu persepakbolaan, sehingga pembicaraan mereka tidak mencukupi untuk
merumuskan strategi persepakbolaan yang bisa berkelit dari praktek sepak bola
gajah. Apakah mereka hendak melakukan renungan bersama mengenai
pelajaran yang bisa diambil dari sebuah pertandingan sepak bola? Lagi-lagi
tidak. Lalu apa, kalau semua kemungkinan di atas tidak tepat? Kebutuhan
untuk mendengar dan didengarkan; kebutuhan untuk mengungkpkan apa yang
menarik dan mengesankan kepada orang yang tepat, sekalipun sama-sama
sudah tahu.
Kado Pernikahan 252
Banyak komunikasi sehari-hari ytang dimaksudkan untuk berbagi cerita
dan kebahagiaan. Peristiwa-peristiwa menarik biasanya cenderung mendorong
kita untuk menceritakan tidak hanya satu kali kepada satu orang. Padahal
dalam kesempatan lain, kadang bukan sekadar sebagai dorongan naluriah,
melainkan telah melalui proses pemikiran, menceritakan satu episode cerita
beberapa kali kepada orang lain. Ini terutama ketika kita menganggapnya ada
yang perlu diambil pelajaran dalam cerita tersebut.
Singkat cerita, banyak peristiwa komunikasi yang lebih bersifat
pemenuhan kebutuhan jiwa daripada untuk memperoleh informasi. Di sisi lain,
seringkali kita butuh mendengar sesuatu dua-tiga kali untuk bisa menyadari
makna pentingnya. Kadang kita diingatkan atau diberi cerita tentang sesuatu
tanpa bisa mengambil pelajaran apa-apa, akan tetapi ketika mendengar untuk
yang keempat kali kita merasa mendapatkan pelajaran yang sangat berharga.
Namun demikian, alangkah seringnya kita takabbur. Kita mementahkan
orang yang menceritakan sesuatu lebih dari satu kali. Kita takabbur terhadap
diri sendiri (’ujub) sehingga memastikan diri kita bisa mengingat dengan jelas
satu cerita yang pernah sampai kepada kita; kita juga takabbur terhadap orang
lain sehingga menganggap tidak perlu mendengarkan cerita yang disampaikan
dua kali. Padahal banyak peristiwa komunikasi yang memerlukan perulangan
cerita untuk bisa mengkomunikasikan suatu perkara dengan baik.
Bentuk tindakan mementahkan pembicaraan orang yang menceritakan
suatu kejadian lebih dari satu kali, misalnya bertanya, “Kamu itu mengalami
itu berapa kali?”
“Satu kali.” Jawaban ini diberikan sudah dengan menyimpan kekecewaan
psikologis. Besar-kecilnya tingkat kekecewaan bergantung kepada seberapa
besar nilai cerita itu untuk diungkapkan kepada Anda. Kekecewaan ini
semakin besar ketika Anda menukas dengan perkataan, “Satu kali? Kok kamu
menceritakannya berkali-kali?”
Komunikasi semacam ini mudah memancing konflik, lebih-lebih jika
terjadi antara suami-istri. Istri atau suami yang pernah merasakan kekecewaan
yang teramat sangat karena pembicaraannya dimentahkan dengan cara seperti
itu dapat mencari kesempatan untuk mementahkan pasangan hidupnya.
Masalah bisa timbul. Misalnya dalam kesempatan membahas suatu peristiwa,
suami tidak ingat cerita yang pernah dikemukakan istrinya. Ketika ia bertanya,
istrinya menukas, “Apakah harus diceritakan lagi? Saya sudah pernah cerita
dan berita tidak ada yang diulang, kecuali kalau terjadi berkali-kali. Masak
nggak ingat?”
Kalau sudah demikian, pertengkaran bisa meledak. Kalau sudah
demikian, kita bisa jatuh dalam komunikasi kursif (lebih lanjut tentang
komunikasi kursif, silakan baca di bab berikutnya Komunikasi Suami Istri).
Kalau sudah demikian, wajah kita terasa sangat menjengkelkan bagi pasangan
hidup kita. Kalau sudah demikian, engkau bukan yang tercantik di hati suami.
Kado Pernikahan 253
---
Sambutan ketika suami datang banyak memegang peranan. Lebih-lebih
sambutan ketika suami harus pulang mendadak karena ada yang membuatnya
tergoda di tengah perjalanan. Padahal boleh jadi Anda tidak tahu persis
apakah saat ini ia pulang karena tergoda di jalan ataukah karena sudah saatnya
pulang. Artinya, sambutan hangat sebaiknya diberikan setiap saat.
Memberi sambutan hangat bukan berarti mesti menyelenggarakan acara
yang “gegap-gempita”, misalnya dengan segera memeluk suami tercinta atau
membawakan tasnya. Yang terpenting bagi suami bukan itu. Yang terpenting
bagi suami adalah kabar bahwa istrinya baik-baik saja (sekalipun tidak
dinyatakan secara lisan) atau ada pertanyaan-pertanyaan dan cerita-cerita istri.
Yang juga penting bagi suami adalah bahwa kedatangannya diharapkan istri.
Ini ditunjukkan dengan tidak ada rasa engan memberi senyuman dan
keringanan hati untuk menanggapi pembicaraan suami, meskipun boleh jadi si
istri tidak banyak bicara.
Pada saat-saat tertentu, tidak ada yang lebih diharapkan oleh suami selain
sambutan hangat dan sikap yang menenteramkan dari seorang istri. Seperti
Muhammad yang mencari Khadijah untuk diselimuti sebelum akhirnya
bertandang ke Waraqah bin Naufal, kita kadang pulang dengan harapan segera
disambut istri dengan penuh kehangatan. Pada saat seperti ini, kita mencari
tangan yang dengan penuh perhatian mengusap peluh-peluh kecemasan kita.
Kita tidak siap untuk bercerita sekalipun untuk peristiwa yang paling ringan.
Kita hanya butuh dipahami dan ditenangkan dulu. Nanti setelah hati cukup
siap, suami bisa bercerita banyak tentang apa yang dialami.
Meskipun begitu, jangan terburu-buru mengharap cerita dulu. Adakalanya
suami tidak segera “mampu” menceritakan gejolak hatinya. Ia hanya mampu
mengungkapkan kerisauannya yang paling kuat. Oleh sebab itu, tunggulah
sampai memungkinkan baginya untuk bercerita sebelum Anda menanyakan
apa saja yang terjadi.
Kadang persoalan muncul karena istri mengharapkan suaminya segera
bercerita tentang apa saja yang dia alami selama berada di luar rumah,
sementara suami bergegas-gegas pulang agar segera mendengar apa saja yang
berlangsung di rumah selama ia tidak ada. Persoalan menjadi rumit ketika istri
“menuntut” suami untuk segera bercerita banyak, dan ketika suami tidak
segera bercerita, ia menjadi muram. Padahal ini menjadikan suami justru tidak
bisa bercerita, sekalipun saat itu ia sudah sangat ingin bercerita. Apalagi kalau
saat itu kondisi suami justru membutuhkan “pengertian” dan penenangan.
Persoalan akan lebih runyam lagi sehingga menyebabkan pertengkaran
terbuka di saat suami justru membutuhkan kasih sayang dan kehangatan istri,
Jika istri menuntut suaminya untuk bercerita sekaligus menaruh prasangka
buruk atas sikap suaminya yang tidak segera bercerita. Dalam situasi seperti
ini, keadaan justru jadi serba tidak enak. Kalaupun akhirnya suami bercerita,
Kado Pernikahan 254
itu tidak akan mengubah apa-apa. Istri mendengar tidak dengan kelegaan dan
kepercayaan penuh, dan suami pun --sebagai konsekuensi logis-- tidak bisa
bercerita dengan hati lapang. Ujung-ujungnya akan timbul kecurigaan dan
perasaan tidak puas terhadap pasangan hidupnya. Jika tidak diredakan, hal ini
dapat menjadi sebab terjadinya keretakan rumah tangga yang parah.
Na’udzubillahi min dzalik.
Menjalin hubungan suami-istri yang saling pengertian dan penuh
perhatian memang membutuhkan usaha dan cara-cara yang tepat. Hubungan
suami-istri merupakan cermin bahwa dua orang atau lebih yang mempunyai
kehendak searah, yang sama-sama menginginkan kebaikan dan keindahan,
yang sama-sama menginginkan kemuliaan dan keselamatan (dunia-akhirat)
bisa mengalami perselisihan karena adanya kesalahan dalam komunikasi dan
menempatkan sikap. Jika masing-masing bersikukuh dengan persepsinya,
kebaikan bisa jadi akan segera lari menjauhi mereka. Alhasil, apa yang mereka
usahakan bersama-sama harus kandas bukan karena keduanya tidak memiliki
komitmen yang sama, melainkan lebih dikarenakan tidak adanya komunikasi
yang baik dan penempatan sikap yang tepat.
Mendidik anak juga demikian. Boleh jadi anak ingin melakukan sesuatu
yang baik. Akan tetapi karena tidak tahu bagaimana cara mencapainya, ia
melakukan dengan cara yang salah. Boleh jadi Anda sebagai orangtua tidak
menanyainya lebih dulu dan hanya memberi cap (judgement) bahwa ia nakal
dan bandel. Ini membuat anak berontak. Alhasil, iktikad anak untuk
melakukan perbuatan-perbuatan bajik harus kandas hanya karena orangtuanya
tidak mau mencoba memahami jalan pikiran anak.
Jika dalam menjalin hubungan suami-istri sulit untuk duduk bersama
meluruskan persepsi dengan lapang dada, maka sulit untuk melakukan hal
semacam ini terhadap anak. Suami-istri sudah memiliki pengalaman hidup,
ilmu, dan kedewasaan. Anak belum memiliki itu semua. Padahal kesemuanya
merupakan bekal penting untuk bisa mendudukkan persepsi masing-masing
pada tempatnya.
Akhirnya, persoalan mendidik anak ternyata banyak berhubungan dengan
bagaimana kita membina hubungan suami-istri. Banyak persoalan pendidikan
anak yang tidak berhubungan langsung dengan proses mendidik anak, namun
lebih kepada bagaimana kita menjalin suami-istri, bagaimana kita menjalin
hubungan dengan orang lain, tetangga, tukang becak, sopir, sampai dengan
pengemis. Dan yang terakhir ini, seingat saya belum pernah dibahas dalam
seminar-seminar, buku-buku, atau berbagai kesempatan lain. Perkara semacam
ini sering dianggap tidak penting karena “tidak memiliki pijakan ilmiah”,
kecuali oleh kiai-kiai di pesantren-pesantren kecil yang tersembunyi
tempatnya.
Sungguh, perkara-perkara itu memiliki pijakan ilmiah yang kuat jika kita
mau berpikir dengan sungguh-sungguh, dengan hati yang jernih dan bekal
Kado Pernikahan 255
yang memadai. Repotnya, kita umumnya tidak dituntut untuk memiliki
kematangan sebagai syarat “lulus” atas ilmu yang kita pelajari.
Ah, kok ngelantur sampai ke sana.
Engkau yang Tercantik di Hatiku
Dari pembicaraan kita semenjak awal bab ini, kita mendapati bahwa
kecantikan tak dapat menjamin bahwa yang tercantik di hati suami adalah istri
semata. Ada yang lebih penting daripada sekadar kecantikan, yaitu keramahan,
kehangatan, dan rasa cinta yang tulus. Ada yang bisa menyuburkan perasaan,
yaitu perhatian dan penerimaan yang tulus terhadap kekasih. Ada yang bisa
memperindah, yaitu canda yang menyenangkan. Rasulullah Saw. pernah kejarkejaran
--lomba lari-- dengan istrinya, ‘Aisyah radhiyallahu’anha. Sampai
sekarang, saya tidak pernah mendengar ada orang yang kejar-kejaran dengan
istri untuk bercanda, sehingga istrinya sangat terkesan dan menaruh rasa cinta
yang sangat dalam. Sebaliknya, yang pernah saya dengar adalah istri yang lari
ketakutan karena dikejar-kejar oleh suaminya yang sedang marah.
Jika ‘Aisyah hanya mampu menangis dan berkata, “Ah, semua
perilakunya mengesankan bagiku (kana kullu amrihi ajaba)” saat ditanya
tentang perilaku Rasulullah yang peling mengensankan; maka saya ragu
apakah istri yang lari ketakutan karena dikejar-kejar oleh suaminya akan
berkata seperti itu ketika suaminya telah meninggal.
Singkat cerita, bukan wajah yang membuat suami terkesan sehingga yang
tercantik di hatinya adalah istrinya semata, melainkan apa yang memancar dari
wajah itulah yang paling mempengaruhi perasaan suami.
Sekalipun demikian, Anda tidak bisa meninggalkan masalah merawat
kecantikan dan berhias untuk suami tercinta. Dalam hal ini yang terpenting
adalah menunjukkan iktikad untuk memberikan yang terbaik bagi suami,
bukan pada kesempurnaan Anda berhias. Berhias dengan sempurna tetapi
suami merasa bahwa istri tak pernah berhias untuknya, maka apa yang Anda
lakukan tidak mempunyai nilai apa-apa. Sebaliknya, sesederhana apa pun
engkau berhias, jika suami merasa apa yang engkau lakukan itu disebabkan
oleh cintamu kepada suami, maka tak ada yang lebih cantik di hatinya kecuali
engkau.
Yang menjadi pertanyaan kemudian, kapan seorang suami merasa bahwa
istrinya berhias untuk suami, kapan suami memandang istrinya berhias untuk
orang lain di sepanjang jalan atau majelis-majelis, serta kapan suami
memandang istrinya berhias untuk kepuasan diri sendiri saja? Wallahu A’lam
bishawab. Saya tidak tahu. Silakan Anda bertanya kepada diri Anda sendiri
ketika sedang berhias: apakah Anda berhias demi menjaga pandangan suami
ataukah Anda berhias semata karena itu telah menjadi kebiasaan Anda ataukah
karena yang lainya lagi…(yang saya tidak tahu apa itu)? Kalau Anda bisa
Kado Pernikahan 256
menjawab pertanyaan ini dengan jernih, insya-Allah juga bisa menjawab
pertanyaan sebelumnya. Anda bisa memahami kapan suami merasa Anda
berhias sama sekali bukan untuknya. Sama sekali.
Alhasil, di samping mengetahui saat tepat untuk berhias, Anda juga perlu
mengetahui apa yang dapat merawat perasaan suami kepada Anda.
Termasuk dalam kategori merawat adalah menjaga lisan untuk tidak
menceritakan kecantikan wanita lain sehingga suami seolah-olah
memandangnya sendiri. Meskipun kecantikan bukan segala-galanya, namun
orang mudah dipengaruhi oleh kesan-kesan visual. Orang mudah terpengaruh
oleh keindahan pandangan dan suara. Orang mudah terpengaruh oleh kesan
sekilas, sehingga banyak peristiwa serong terjadi hanya karena suami terkesan
oleh perhatian yang “tulus” dari rekan sekerjanya karena sering mengingatkan,
“Maaf, Pak…. Itu krah bajunya kurang pas.” Setelah mereka menikah, suami
mendapati rekan sekerja yang sekarang menjadi istrinya itu sama saja dengan
istrinya yang terdahulu.
Kembali ke soal larangan menceritakan kecantikan wanita lain. Sebelum
beranjak lebih jauh, mari kita temui Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam
bukunya Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu. Menurut
Ibnu Qayyim, ada tiga pendorong cinta yang datang dari diri orang yang
dicintai. Salah satunya adalah, “Pandangan dengan menggunakan mata atau
hati, jika boleh diistilahkan begitu. Betapa banyak laki-laki yang mencintai
wanita, hanya karena mendengar ciri-ciri wanita itu dan belum pernah
melihatnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
seorang wanita memberitahukan sifat-sifat wanita lain di hadapan suaminya,
hingga seakan-akan suaminya melihat wanita itu.”2
Dalam bahasa kita sekarang, pandangan dengan hati sebagaimana yang
dimaksudkan oleh Ibnu Qayyim barangkali adalah fantasi atau imajinasi.
Secara sederhana, bayangan yang kita ciptakan mendorong perasaan kita untuk
menyukai, merindukan, memiliki, membenci --meskipun kita sama sekali
belum pernah melihat secara langsung. Jika ini terus berlangsung, maka ada
beberapa keadaan yang mungkin terjadi. Tetapi kali ini, cukuplah dua di antara
berbagai kemungkinan itu saja yang kita bahas di sinsi.
Pertama, suami akan membanding-bandingkan istrinya dengan
kecantikan yang dibayangkannya berdasar cerita istrinya. Membandingkan
istri dengan fantasi akan selalu berakhir dengan kenyataan bahwa istri sangat
jauh dari yang diharapkan, berbeda sekali dengan yang diangan-angankan
suami. Ini memicu kekecewaan dan ketidakpuasan perkawinan. Sehingga
secantik apa pun istri berhias, ia tidak akan pernah menjadi yang tercantik di
hati suami.
Kedua, jika fantasinya semakin kuat sehingga perasaannya terhadap
wanita yang diceritakan oleh istri semakin besar, maka perasaan yang meluapluap
itu tidak bisa tidak akan mendorongnya untuk bertindak. Keinginan yang
Kado Pernikahan 257
besar terhadap wanita yang diceritakan oleh istri inilah yang dapat membuka
pintu fitnah. Bahkan seandainya pun suami sempat bertemu dengan wanita
yang diceritakan dan ternyata secara objektif jauh dari yang digambarkan oleh
istrinya, ia tetap memiliki harapan positif terhadap wanita tersebut.
Apa ini artinya? Silakan Anda renungkan sendiri dengan jernih.
Yang juga termasuk merawat perasaan suami adalah memberi sambutan
hangat di saat ia harus pulang mendadak karena hatinya tergoda oleh
kecantikan wanita lain di perjalanan. Barangkali sudah tiga atau empat kali
saya menyampaikan kepada Anda tentang masalah ini di sepanjang buku Kado
Pernikahan untuk Istriku ini. Meskipun demikian, saya masih harus
menjelaskannya lagi dari sisi lain, mengingat pentingnya soal meredakan
gejolak suami karena ketertarikan terhadap apa yang dilihatnya. Sebelum
membahas lebih lanjut, mari kita perhatikan sekali lagi hadis Nabi tentang
perkara ini.
Dari Jabir r.a. berkata, Rasullullah Saw. Bersabda, “Seorang wanita itu
datang dalam bentuk syaithan, maka ketika salah seorang dari kalian melihat
wanita yang memikatnya, segeralah mendatangi istrinya, karena itu bisa
meredam gejolak yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim)
Ketika suami harus pulang mendadak ingin menjaga syahwatnya, maka
hendaknya istri memberi sambutan dengan sebaik-baiknya sehingga
persetubuhan yang dilakukan itu berakhir dengan mengesankan. Bukan justru
meninggalkan kekecewaan, sehingga gejolaknya semakin meluap-luap. Istri
yang sangat bergairah akan dapat meredakan gejolak suami yang sedang
memuncak.
Masalah yang kemudian bisa terjadi adalah, di saat sedang penuh gairah,
suami boleh jadi tidak mampu lagi menahan dirinya untuk bersegera
melakukan hubungan seks. Ia terlalu panas untuk menunggu. Pada saat seperti
ini boleh jadi suami akan terdorong untuk melakukan quickie (hubungan seks
kilat) sebagaimana telah saya jelaskan pada bab Keindahan Suami Istri.
Karena itu ia perlu disambut dengan penuh gairah dan rasa cinta yang
membakar.
Persoalan bisa muncul karena satu di antara dua hal ini. Pertama, istri
memandang remeh karena tak mampu berempati. Seorang akhwat pernah
bertanya, “Laki-laki itu kok aneh, sih. Lihat pisau berkilat saja bisa
membangkitkan syahwat.” Gejolak suami diremehkan karena istri
memandangnya berdasarkan dinamika syahwatnya sendiri. Karena istri tidak
empatik, ia tidak memberi pelayanan dengan gairah yang hangat. Akibatnya,
suami merasakan kekecewaan yang berat, meskipun ia dilayani istrinya di
tempat tidur.
Kedua, istri tidak memberi sambutan yang hangat dan penuh gairah ketika
suaminya pulang mendadak karena ia sedang tidak berminat sama sekali untuk
Kado Pernikahan 258
berjima’. Dinginnya syahwat istri ini karena suaminya termasuk memiliki
dorongan seks yang tinggi sehingga frekuensi jima’ di antara mereka sangat
tinggi. Padahal saat pulang mendadak, jima’ perlu disegerakan dengan penuh
gairah.
Di sinilah kita melihat salah satu hikmah poligami. Pembagian masa gilir
memungkinkan istri untuk tidak jenuh terhadap hubungan seks, sehingga
setiap masa gilir tiba istri selalu dalam keadaan bersemangat dan syahwatnya
bangkit saat berdua dengan suami di tempat tidur.
Sebaliknya bagi suami, terutama yang gairahnya sangat tinggi, pembagian
masa gilir itu lebih menjamin keteraturan dalam menjaga syahwatnya.
Maslahat lainnya, suami lebih terjaga agar tidak terlalu panas saat berkumpul
bersama istrinya, sehingga lebih menjamin kebahagiaan seksual istri. Wallahu
A’lam bishawab.
Tentu saja, pernikahan poligamis bukan hanya sekedar (meskipun itu juga
bukan sekedar) untuk memberi kepuasan seks bagi suami maupun istriistrinya.
Ada hal yang lebih penting. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai poligami, silakan periksa bab Poligami di bagian akhir buku kita ini.
Begitu.
Catatan Kaki:
1. Silakan periksa Bagaimana Membahagiakan Suami karya Muhammad
Abdul Halim Hamid, Citra Islami Press, Solo, 1993, pada bab Sambutan
yang Menyenangkan.
2. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan redaksi, “Janganlah wanita
bergaul dengan wanita lain, lalu dia memberitahukan sifat wanita itu
kepada suaminya seakan-akan dia dapat melihatnya.” Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Imam Ahmad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar